Rabu, 20 Juli 2011
0
Pemandian sumur belerang terletak di Kampung Pematang Masjid Desa Pematang Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. Jika anda menggunakan kendaraan umum, dari terminal Pakupatan Serang anda harus naik mobil angkutan kota menuju cikande, sekitar 15 menit perjalanan turun di sentul sebelum jembatan, ongkosnya sekitar Rp. 4.000,-. Dari sentul naik ojeg, katakan saja kita akan ke pemandian sumur belerang, pasti abang ojeg tahu, ongkosnya sekitar Rp. 10.000,-. Dari jembatan sentul ke pemandian sumur belerang berjarak kurang lebih 6 kilometer. Pemandian sumur belerang berada di kiri jalan, masuk ke dalam gang sekitar 100 meter. Kalau anda menggunakan sepeda motor, dikenakan tarif Rp.10.000,-/sepeda motor.
Jalan menuju pemandian belerang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Sepeda motor ataupun mobil diparkir di gardu tempat retribusi. Jalanannya sudah dipaving blok, menurun bertangga, saya teringat tangga menuju kuil dairin dalam komik kungfu boy saat menuruni anak tangga menuju pemandian belerang. Mu'in, warga yang sehari-hari ditugasi mengelola sumur belerang ini menceritakan bahwa jalan paving blok tersebut baru saja selesai dibangun oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Serang sekitar dua bulan lalu.
Di pertengahan anak tangga, kita sudah bisa melihat sumur belerang. Subhanallah, bagaimana pemilik bumi ini menciptakannya, mesti ada penjelesan ilmiahnya. Pemandangannya indah, umur belerang berada di tengah sawah yang hijau. Tampaknya warga Pematang baru beberapa bulan ini memasuki musim tanam, terlihat dari hijaunya sawah. Tandur istilah kampungnya. Konon tandur merupakan singkatan dari tanam mundur. Kalau kita melihat petani menanam bibit padi, pasti selalu berjalan mundur. Sebab jika menanam dan berjalan ke depan maka hasil bibit yang ditanam akan terinjak, mirip jika kita mengepel lantai.
Sumur belerang lebih mirip kubangan lumpur, disekelilingnya dipagari dengan bangunan pondasi batu agar sumur tak melebar. Pondasi batu itu dibuat tahun 2001 oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Serang. Ada juga sebuah bangunan tertutup di sampingnya untuk berbilas dan ganti pakaian. Saya mendekati sumur belerang yang mengingatkan saya pada kawah belerang di Gunung Pulosari Pandeglang, tapi grubuk-grubukan air belerang juga mengingatkan saya pada lumpur lapindo. Air di permukaan dingin warnanya coklat, grubuk-grubukannya hangat tak panas seperdi kawah belerang pada umumnya. Saya mengambil air dengan tangan dan mengusapkannya pada kening, ada panu menghiasi kening saya, sedang diterapi dengan kalpanax, tapi tak rutin jadi agak lama proses penyembuhannya.
Sejarah Pemandian Belerang Pematang
Awalnya areal sumur belerang milik empat orang warga sekitar dikelola turun temurun sejak zaman kerajaan dan Belanda menduduki negeri ini. Salah satu pemiliknya adalah Haji Sidik, usianya 90 tahun dan sekarang menetap di Cikande, sebuah kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang. Kurang lebih berjarak 15 menit berkendaraan sepeda motor atau mobil dari Kragilan. Areal sumur belerang kini telah diwakafkan untuk Masjid Pematang. Uang hasil kunjungan wisatawan kini dikelola untuk pengurusan masjid sehari-hari. Salah seorang pengelola sumur belerang ini adalah Haji Lafi, menantu Haji Sidik yang berusia 70 tahun. Haji Lafi menceritakan awalnya sekeliling sumur dipagari bambu. Orang-orang yang mandi menaruh uang begitu saja setelah mandi dan tak ada yang berani mengambil. Sejak dulu uang tersebut juga digunakan untuk memakmurkan masjid. Haji Lafi juga bercerita tiga hari lalu ada Polisi Jepang yang berkunjung--Kepolisian Jepang memang sekitar 3 hari lalu berkunjung ke Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Banten, melakukan kerja sama dalam hal pembagian helm.
Di sekitar sini juga banyak anak-anak yang meminta uang. Ini umum terjadi di tempat penjiarahan ataupun daerah wisata di Banten. Saya tak memberi mereka uang. Saya tak ingin mengajari mereka jadi pengemis, saya jadi teringat program BLT (Bantuan Langsung Tunai). Kami mengobrol dan berfoto. Mereka bersekolah dan baru saja menerima raport (mungkin diterjemahkan dari report) mereka hari itu.
Saat hendak pulang di gardu sudah ada beberapa orang. Muhammad Tunasik salah satunya, Penghulu Desa Pematang. Ia berpesan agar menyampaikan bahwa di Pematang ada pemandian sumur belerang, sehingga perekonomian di daerah ini bisa tergerak dan ramai. Saya berjanji padanya akan menampilkannya di blog. Anis berlebihan menjelaskan bahwa blognya nanti bisa dilihat dari luar negeri sekalipun. Memang benar, tapi mungkin sangat jarang sekali, kecuali memang ada orang yang panuan akut di Australia misalnya dan mencari dengan keyword sumur belerang dalam search engine. Panu sebetulnya penyakit yang bagus jika tersebar merata, maka sekujur tubuh orang tersebut akan putih. Panu menjadi jelek jika tak menyebar rata. Saya sebenarnya curiga pada Abdul Hamid atau Idi Dimyati, kawan saya di Untirta, keduanya berkulit putih, jangan-jangan mereka menderita panu, hanya saja tersebar merata, jika disiram kalpanax, mungkin warna aslinya akan keluar.
Wisata Pemandian Sumur Belerang
Pemandian sumur belerang terletak di Kampung Pematang Masjid Desa Pematang Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. Jika anda menggunakan kendaraan umum, dari terminal Pakupatan Serang anda harus naik mobil angkutan kota menuju cikande, sekitar 15 menit perjalanan turun di sentul sebelum jembatan, ongkosnya sekitar Rp. 4.000,-. Dari sentul naik ojeg, katakan saja kita akan ke pemandian sumur belerang, pasti abang ojeg tahu, ongkosnya sekitar Rp. 10.000,-. Dari jembatan sentul ke pemandian sumur belerang berjarak kurang lebih 6 kilometer. Pemandian sumur belerang berada di kiri jalan, masuk ke dalam gang sekitar 100 meter. Kalau anda menggunakan sepeda motor, dikenakan tarif Rp.10.000,-/sepeda motor.
Jalan menuju pemandian belerang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Sepeda motor ataupun mobil diparkir di gardu tempat retribusi. Jalanannya sudah dipaving blok, menurun bertangga, saya teringat tangga menuju kuil dairin dalam komik kungfu boy saat menuruni anak tangga menuju pemandian belerang. Mu'in, warga yang sehari-hari ditugasi mengelola sumur belerang ini menceritakan bahwa jalan paving blok tersebut baru saja selesai dibangun oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Serang sekitar dua bulan lalu.
Di pertengahan anak tangga, kita sudah bisa melihat sumur belerang. Subhanallah, bagaimana pemilik bumi ini menciptakannya, mesti ada penjelesan ilmiahnya. Pemandangannya indah, umur belerang berada di tengah sawah yang hijau. Tampaknya warga Pematang baru beberapa bulan ini memasuki musim tanam, terlihat dari hijaunya sawah. Tandur istilah kampungnya. Konon tandur merupakan singkatan dari tanam mundur. Kalau kita melihat petani menanam bibit padi, pasti selalu berjalan mundur. Sebab jika menanam dan berjalan ke depan maka hasil bibit yang ditanam akan terinjak, mirip jika kita mengepel lantai.
Sumur belerang lebih mirip kubangan lumpur, disekelilingnya dipagari dengan bangunan pondasi batu agar sumur tak melebar. Pondasi batu itu dibuat tahun 2001 oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Serang. Ada juga sebuah bangunan tertutup di sampingnya untuk berbilas dan ganti pakaian. Saya mendekati sumur belerang yang mengingatkan saya pada kawah belerang di Gunung Pulosari Pandeglang, tapi grubuk-grubukan air belerang juga mengingatkan saya pada lumpur lapindo. Air di permukaan dingin warnanya coklat, grubuk-grubukannya hangat tak panas seperdi kawah belerang pada umumnya. Saya mengambil air dengan tangan dan mengusapkannya pada kening, ada panu menghiasi kening saya, sedang diterapi dengan kalpanax, tapi tak rutin jadi agak lama proses penyembuhannya.
Sejarah Pemandian Belerang Pematang
Awalnya areal sumur belerang milik empat orang warga sekitar dikelola turun temurun sejak zaman kerajaan dan Belanda menduduki negeri ini. Salah satu pemiliknya adalah Haji Sidik, usianya 90 tahun dan sekarang menetap di Cikande, sebuah kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang. Kurang lebih berjarak 15 menit berkendaraan sepeda motor atau mobil dari Kragilan. Areal sumur belerang kini telah diwakafkan untuk Masjid Pematang. Uang hasil kunjungan wisatawan kini dikelola untuk pengurusan masjid sehari-hari. Salah seorang pengelola sumur belerang ini adalah Haji Lafi, menantu Haji Sidik yang berusia 70 tahun. Haji Lafi menceritakan awalnya sekeliling sumur dipagari bambu. Orang-orang yang mandi menaruh uang begitu saja setelah mandi dan tak ada yang berani mengambil. Sejak dulu uang tersebut juga digunakan untuk memakmurkan masjid. Haji Lafi juga bercerita tiga hari lalu ada Polisi Jepang yang berkunjung--Kepolisian Jepang memang sekitar 3 hari lalu berkunjung ke Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Banten, melakukan kerja sama dalam hal pembagian helm.
Di sekitar sini juga banyak anak-anak yang meminta uang. Ini umum terjadi di tempat penjiarahan ataupun daerah wisata di Banten. Saya tak memberi mereka uang. Saya tak ingin mengajari mereka jadi pengemis, saya jadi teringat program BLT (Bantuan Langsung Tunai). Kami mengobrol dan berfoto. Mereka bersekolah dan baru saja menerima raport (mungkin diterjemahkan dari report) mereka hari itu.
Saat hendak pulang di gardu sudah ada beberapa orang. Muhammad Tunasik salah satunya, Penghulu Desa Pematang. Ia berpesan agar menyampaikan bahwa di Pematang ada pemandian sumur belerang, sehingga perekonomian di daerah ini bisa tergerak dan ramai. Saya berjanji padanya akan menampilkannya di blog. Anis berlebihan menjelaskan bahwa blognya nanti bisa dilihat dari luar negeri sekalipun. Memang benar, tapi mungkin sangat jarang sekali, kecuali memang ada orang yang panuan akut di Australia misalnya dan mencari dengan keyword sumur belerang dalam search engine. Panu sebetulnya penyakit yang bagus jika tersebar merata, maka sekujur tubuh orang tersebut akan putih. Panu menjadi jelek jika tak menyebar rata. Saya sebenarnya curiga pada Abdul Hamid atau Idi Dimyati, kawan saya di Untirta, keduanya berkulit putih, jangan-jangan mereka menderita panu, hanya saja tersebar merata, jika disiram kalpanax, mungkin warna aslinya akan keluar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 Responses to “Wisata Pemandian Sumur Belerang”
Posting Komentar